Minggu, 22 Juli 2012

PERANAN GURU SENI RUPA

PERANAN GURU SENI RUPA


Peranan Guru Seni Rupa

Guru memegang peranan penting dalam pendidikan seni. Setiap guru seni perlu memahami kepemipinan bagaimana dan tanggung jawab apa yang dituntut para siswa serta bimbingan mana yang dapat memberi inspirasi kepada mereka; apa yang boleh dan yang tidak boleh dia lakukan. Di ruangan kelas, setiap saat guru senantiasa diperlukan para siswanya. Peran kunci guru seni, tidak lagi terletak pada mengajarkan kepada siswa bagaimana cara menggambar, atau memberikan contoh gambar untuk ditiru siswa, tetapi lebih terfokus kepada penciptaan iklim belajar yang menunjang, suasana yang akrab serta adanya penerimaan guru atas pribadi para siswa yang beraneka ragam dengan karya dan gagasan mereka yang bervariasi pula. Dalam keseluruhan penyelenggaraan kegiatan seni di sekolah, peranan guru adalah memberi inspirasi, memberi kejelasan/klarifikasi, membantu menerjemahkan gagasan perasaan dan reaksi siswa ke dalam bentuk-bentuk karya seni yang terorganisasi secara estetis (Jefferson, 1969); atau, menciptakan iklim yang menunjang bagi kegiatan "menemukan", "eksplorasi" dan "produksi". Peranan ini dapat dimainkan guru, baik pada saat awal ataupun di tengah pelajaran sedang berlangsung. Tentu saja, untuk dapat berperan seperti ini guru seni perlu "mengasah" kepekaan rasa seninya secara memadai, melalui kegiatan belajar yang terus-menerus (belajar bisa diartikan: mengamati, menghayati, mengkaji atau berkarya).
Tugas-tugas guru seni sebetulnya cukup jelas dan spesifik tetapi jangan diartikan secara kaku. Yang penting, tetaplah berorientasi kepada kebutuhan belajar siswa. Tugas-tugas guru paling sedikit meliputi lima kegiatan penting, yaitu: (1) merancang, (2) memotivasi, (3) membimbing, (4) mengevaluasi, dan (5) menyelenggarakan pameran.
Motivasi berasal dari kata "motif' yang berarti dorongan untuk berbuat. Jadi motivasi adalah proses yang memungkinkan perilaku seseorang digerakkan dan diarahkan kepada suatu tujuan tertentu. (baca: Kleinginna & Kleinginna, 1981). Sering dikemukakan orang bahwa dalam kegiatan berkarya seni, anak- anak tidak perlu dimotivasi, karena mereka sudah dengan sendirinya menyukai kegiatan ini. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, sebagaimana terbukti dalam kenyataan. Tidak semua anak secara spontan mampu berkreasi, sekalipun ia berada pada fase perkembangan yang disebut "the golden age of creative expression" (masa keemasan ekspresi kreatif), sekitar usia kelas I - III SD. Kiranya faktor lingkungan budaya turut memegang peranan dalam hal ini. Spontanitas berekspresi-kreatif pada anak hanya terjadi jika didukung oleh iklim yang menunjang dan melalui serangkaian pengalaman berkesenian, baik dalam bentuk kegiatan apresiasi maupun kreasi.
Beberapa cara yang dapat dijadikan alat motivasi oleh guru pada awal pelajaran seni rupa yaitu: insentif, membangunkan pengalaman pribadi (ingatan, asosiasi emosional), pengamatan langsung kepada objek di lingkungan, asosiasi gagasan dengan bahan/media dan perluasan pengetahuan.
Insentif di sini lebih diartikan sebagai penguatan (reinforcement) bersifat non-material, yang memungkinkan para siswa tergugah minatnya untuk mengikuti pelajaran. Bentuknya antara lain berupa: kata-kata pujian, gerak mimik, acungan jempol, atau tanda persetujuan dan penerimaan guru kepada siswa yang mengemukakan gagasan menarik. Hal ini dapat dilakukan terutama pada diskusi awal. Membangunkan ingatan perlu dilakukan, untuk mengungkapkan kembali pengalaman siswa di masa lalu yang mungkin sudah dilupakan. Caranya, dengan melakukan pancingan-pancingan kata-kata, kalimat pernyataan atau pertanyaan yang tak perlu dijawab secara verbal. Asosiasi emosional hampir sama dengan membangunkan ingatan, namun lebih diperdalam sehingga dapat menyentuh perasaan dan imajinasi siswa. Gagasan yang dikaitkan dengan ekspresi menghasilkan karya yang lebih berkualitas. Asosiasi gagasan dengan bahan. Artinya, setiap jenis bahan yang digunakan memiliki karakter khusus yang memancing ide penciptaan. Bandingkan, apa yang mungkin dihasilkan oleh bahan tanah liat, pastel minyak/crayon, bubur kertas ? Guru perlu memberi sugesti tentang sifat bahan, variasi kemungkinan untuk menghasilkan bentuk-bentuk beraneka ragam, yang ditindaklanjuti dengan percobaan-percobaan oleh siswa.
Memperluas pengetahauan, artinya guru berupaya agar pengetahuan siap mengenai suatu objek yang telah dimiliki siswa, ditambah, diperkaya oleh guru maupun siswa-siswa lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan diskusi pada tahap awal (pra-kegiatan), pada waktu kegiatan sedang berlangsung atau setelah hasil karya selesai dibuat siswa. Pengetahuan yang luas akan memeperlancar proses kreasi, bahkan meningkatkan daya tarik hasil karya. Akhirnya guru perlu memperhatikan juga kapan saat-saat yang tepat diberikannya motivasi, jangan sampai mengganggu siswa yang sedang asyik bekerja (Wachowiak dan Clements, 1993).
 
NOVI AYUNINGTIAS WIDIANTI
10141063 / 4B / 21
PGSD
IKIP PGRI MADIUN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar